Di Jalanan dan Nama-nama Jalan
Kenapa pasukan-pasukan khusus di banyak negara umumnya didominasi kaum laki-laki? Komando pasukan baret merah yang siap bikin aksi pembebasan sandera perompak Somalia juga laki-laki semua, tuh. Padahal, kalau urusan nekat, mana ada yang bisa ngalahin kaum hawa? Motivator Mas Mario Teguh pernah bilang, jika perempuan sudah marah, suami, eh, tsunami mana yang sanggup melawannya.
Saya sendiri pernah lihat aparat keamanan urung menggusur lahan gara-gara protes kaum ibu. Kaum perempuan itu setengah bugil berbondong-bondong membentuk pagar hidup. Para petugas menutupkan tangan ke mata, tak kuasa melihat, akhirnya balik kanan. Berita yang masih gres, di Medan kaum ibu alias inang-inang malah sanggup menaklukkan Ormas yang di kota-kota lain ditakuti.Cara mengemudi mereka juga nekat. Ke jalur kiri nggak, ke jalur kanan juga kagak. Tak aneh kalau di kota-kota besar macam Jakarta, pukul 10-an pagi itu agak macet. Itu jam-jamnya ibu-ibu nyetir mobil untuk belanja. Tapi, mungkin juga bukan karena nekat. Teman-teman yang ‘ahli perempuan’ bilang, penyebabnya karena perempuan kurang cakap di bidang orientasi ruang dan bentuk (visual spasial). Sama halnya dengan kurang cakapnya mereka membaca peta.
Wah, saya baru dengar soal itu. Yang sudah turun-temurun saya ketahui bahwa perempuan lebih peka pendengarannya ketimbang penglihatannya. Rayuan untuk perempuan konon lebih jitu jika disampaikan melalui kuping seperti bisikan, ketimbang visual dengan tulisan.
Untuk urusan penglihatan, seperti mengemudi, ternyata, menurut versi teman-teman, perempuan juga bermasalah. Ah, tapi bukan berarti mereka tak sanggup menjadi pengemudi yang baik. Menurut Dodi Budiono dari Indonesian Defensive Driving Center, jika dilatih, perempuan juga bisa mengemudi dengan baik. Lihat saja supir-supir bus TransJakarta. Ada juga perempuannya. Dodi tak menyebut soal kelemahan visual spasial perempuan sebagai kendala mengemudi. Ia malah menyinggung kebiasaan multitasking perempuan. Mereka sering mengemudi sambil menelepon, membaca, atau mengirim SMS, bahkan kadang-kadang sambil berdandan.
Jadi, sebenarnya, perempuan itu nekat, multitasking, atau apa? Mungkin juga karena mau enaknya sendiri sambil sedikit-sedikit ingin dimanja. Yang sering mereka lontarkan adalah kesetaraan gender. Apa-apa pengin disamakan. Tapi, soal parkir minta perlakuan khusus juga sudah menggejala di China dan Korea Selatan. Beberapa mal di Surabaya dan Bandung sebagian melengkapi area parkir khusus buat perempuan. Di Jakarta, setahu ada di saya Mal Pondok Indah, Plaza Senayan, dan Citos.
Jadi, sebenarnya, perempuan itu manja, bukan sekadar nekat dan multitasking? Tergantung. Coba kita tanya ke tokoh-tokoh yang namanya dipakai untuk nama jalan. Kalau kita tanya ke Nyi Ageng Serang atau Tjoet Nya' Dhien, mungkin perempuan itu jenis manusia yang nekat. Bagaimana nggak nekat, wong sejak kecil Nyi Ageng Serang yang bernama asli Raden Ayu Kustiyah Wulariningsih Retni Edhi itu sering diajak perang oleh ayahnya, Pangeran Natapraja yang bergelar Panembahan Serang. Bagaimana nggak nekat, wong syarat untuk melamar janda perang Tjoet Nya' Dhien harus sanggup melawan Belanda, sampai akhirnya Teuku Umar, sang calon, gugur di Meulaboh.
Kalau mau jawaban yang lebih berbagai-bagai, tak cukup ditulis dalam satu buku, sampaikan pertanyaan itu kepada RA Kartini di Jepara maupun Dewi Sartika di Bandung. John Lennon telah membukanya dalam lagu “Woman”. Tapi, masih sangat sedikit.
sumber: by Sujiwo Tejo
No comments:
Post a Comment